Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat,
kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada
Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk
memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit
Muqtadari di Baghdad.
Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa[1]
dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.
Biografi
Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Masehi dan meninggal pada tanggal
9 Oktober 925 Masehi. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota
tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada
di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir
seluruh karyanya.Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.
Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.
Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Kontribusi
Bidang
Kedokteran
Cacar
dan campak
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan
orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
"Cacar
terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti
ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti
anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung
pada minuman anggur. Penyakit ini dapat
terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara terbaik
untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini,
karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang
menulis: "Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang
adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes,
dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang
dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah
tersebut."Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."
Alergi
dan demam
Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi
asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada
salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah
mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang
menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.
Farmasi
Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti
tabung, spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal
dari merkuri.
Etika
kedokteran
Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah
satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang
berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga
menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit
dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah
tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan
para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga
membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa
disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa
disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat
berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada
dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak
mematuhi perintah sang dokter.Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Selain
memperkenalkan penyakit cacar, ar-Razi juga melakukan pengobatan khas dengan
pemanasan syaraf dan menganggap penting pengobatan penyakit kepala pening.
Lagi-lagi, ia adalah dokter pertama yang melakukan kedua hal tersebut. Selain
itu, ia juga diduga sebagai dokter pertama yang mendiagnosa penyakit tekanan
darah tinggi.
Ar-Razi
mengungkapkan tentang kai, yaitu pengobatan serupa akupuntur. Ia
memanfaatkan pengetahuannya tentang titik-titik penting pada tubuh manusia
untuk pengobatan. Caranya, ia menusuk titik tersebut dengan sebatang besi yang
pipih dan runcing, yang sebelumnya telah dipanaskan dengan minyak mawar atau
minyak cendana. Selain itu, ar-Razi memaparkan pula tentang beberapa macam
luka, penggunaan kayu pengapit dan penyangga (spalk) untuk keperluan
patah tulang, serta injeksi erethal (saluran kencing dan sperma). Lebih
jauh lagi, ia menguraikan tentang jenis sakit perut yang disebutnya batr
(potong) dan fatg (koyak). Ia juga menulis buku mengenai penyakit
anak-anak.
Selama hidupnya, ar-Razi telah mengarang sekitar dua ratus buku ilmiah. Salah satu di antaranya adalah al-Hawi (Buku Menyeluruh) yang terdiri dari dua puluh jilid. Al-Hawi pun dianggap sebagai karya terbesar ar-Razi. Buku ini juga dianggap sebagai intisari ilmu Yunani, Syiria, dan Arab. Kurang lebih setengah abad setelah kematiannya, buku terjebut baru ditemukan dua jilid, sebelum akhirnya ditemukan lagi beberapa jilid. Karya ar-Razi tersebut tersimpan di berbagai tempat di Eropa.
Keunggulan
karya ar-Razi membuat kalangan istana kekristenan Eropa menaruh perhatian
besar. Keberadaan buku tersebut dirasakan penting bagi para tabib yang
ditugaskan untuk menjaga kesehatan raja. Setelah peristiwa Perang Salib,
raja-raja di Eropa memerintahkan agar semua karya ar-Razi diterjemahkan dalam
bahasa Latin, yang merupakan bahasa resmi ilmu pengetahuan Eropa pada masa itu.
Buku karya
ar-Razi lainnya adalah ensiklopedi kedokteran yang terdiri dari sepuluh jilid.
Jilid kesembilan buku itu diterbitkan bersama al-Qanun fith-Thibb karya
Ibnu Sina. Hingga abad XVI, buku tersebut masih dijadikan pegangan dasar
mahasiswa kedokteran di sejumlah universitas Eropa. Lewat buku tersebut, orang
Eropa mulai mengetahui kebesaran dan keagungan nama ar-Razi, seorang dokter
muslim.
Selain karya
di atas, ar-Razi juga menghasilkan beberapa karya, seperti al-Thibbur Ruhani
(Pengobatan Rohani), Sirrul Asrar (Rahasia Segala Rahasia), Nafis
fi Hisbah wal Jadari (Pengobatan Campak dan Cacar), dan Man la
Yahdhuruhuth (Pengobatan Alternatif Ketika Tidak Ada Dokter). Sirrul
Asrar adalah sebuah buku yang berisi sejumlah percobaan kimia yang pernah
dilakukan ar-Razi, sedangkan Man la Yadhuruhuth adalah sebuah buku pengobatan
bagi orang-orang miskin. Dalam buku tersebut, ar-Razi menyarankan jenis
pengobatan alternatif, yaitu pengobatan dengan memakai obat-obatan yang berasal
dari alam. Setiap tulisan ar-Razi adalah hasil rangkuman sejumlah teori
kedokteran yang telah dicoba keabsahan dan kebenarannya lewat eksperimen.Selain
menulis buku, ar-Razi juga menciptakan berbagai jenis obat. Ia juga berhasil
menemukan cara membuat alkohol. Di kemudian hari, penemuan tersebut
ditindaklanjuti oleh Arnol Pilinov. Pada abad XIII, alkohol menjadi
populer.Memasuki usia senja, ar-Razi terserang penyakit katarak. Akibatnya,
kedua matanya buta. Ketika beberapa teman menganjurkannya untuk mengobati
penyakit tersebut, konon ar-Razi menjawab: "Tidak, aku sudah demikian lama
melihat seluruh dunia ini sehingga aku lelah karenanya." Ar-Razi wafat
pada tahun 925 di kota kelahirannya. Pengabdian dan kejeniusan ar-Razi diakui
dunia Barat hingga kini. Ia pun disebut sebagai tokoh perintis ilmu kedokteran
terbesar dari dunia Islam.



